Blog ini dibuat sebagai saran untuk berbagi kepada teman-teman tentang ide, gagasan, pemikiran yang dapat semakin mencerahkan pemikiran kita semua,amin
Senin, 21 Juni 2010
Partai Keadilan Sejahtera Mengklaim Diri Sebagai Partai Terbuka
Kali ini PKS tak main-main. Langkah politik yang cukup kontroversial rupanya demi meraih target yang ditetapkan kepengurusan baru di bawah kepemimpinan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq. Sebagai salah satu partai Islam di Indonesia, PKS menargetkan menempati tiga besar pemenang pemilu 2014.
Manuver politik PKS diperkirakan bakal memperluas dukungan politik dari masyarakat. Mengingat selama ini PKS dikenal partai berasaskan Islam. Ini yang justru membuat jumlah suara PKS dalam pemilu tak terlalu signifikan dibanding partai yang keanggotaannya terbuka.(AIS
Kamis, 17 Juni 2010
DPR Setuju TDL Naik

JAKARTA- Komisi VII DPR akhirnya menyetujui usulan pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) per 1 Juli 2010 yang besarannya bervariasi dari 6-20 persen. Hanya dua jenis pelanggan yang tak mengalami kenaikan TDL. Yaitu, pelanggan rumah tangga kecil atau konsumen tak mampu dengan daya 450-900 VA, serta pelanggan rumah tangga, bisnis, dan pemerintah yang berdaya di atas 6.600 VA karena sudah membayar TDL sesuai harga pasar.
Lampu hijau parlemen diberikan dalam rapat kerja antara Komisi VII DPR dan Kementerian Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Selasa (15/6). Komisi VII meminta pemerintah meningkatkan rasio elektrifikasi atau ketersediaan listrik penduduk dari 65 persen populasi menjadi 80 persen pada 2014 dengan penyambungan pada 1,5 juta pelanggan baru per tahun.
DPR juga meminta pemerintah tetap menjaga daya saing industri dengan mempertahankan TDL industri tetap kompetitif dan menghilangkan tarif listrik Multiguna dan Daya Max untuk industri. ”Prinsipnya kami menyetujui jangan menaikkan tarif pelanggan 450 VA dan 900 VA. Di luar itu tinggal secara proporsional saja,” kata Ketua Komisi VII DPR, Teuku Riefky Harsya.
Sesuai simulasi, pelanggan rumah tangga berdaya 1.300 VA yang sebelumnya membayar rekening listrik rata-rata Rp 134.000 per bulan akan mengalami kenaikan pembayaran Rp 24.000. Sementara pelanggan berdaya 2.200 VA harus menambah Rp 24.000 dalam rekening listriknya menjadi sekitar Rp 240.000 per bulan.
Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh menyatakan, TDL saat ini tak bisa menutup biaya pokok penyediaan (BPP) listrik dan margin usaha untuk investasi PLN, sehingga masih harus disubsidi. ”Pada dasarnya subsidi listrik diprioritaskan untuk konsumen tidak mampu, sementara konsumen lain ditetapkan tarif keekonomian secara bertahap,” kata Darwin.
Dalam rapat kerja yang berlangsung selama tujuh jam ini kerap terjadi debat kusir antaranggota DPR dan interupsi. Terutama interupsi dari fraksi PKS dan PDIP yang menolak kenaikan TDL. Anggota Fraksi PDIP, Ismayatun, meminta PLN melakukan efisiensi sebelum mengajukan kenaikan TDL.
Anggota Fraksi PKS Sigit Sosiantomo menilai, argumentasi pemerintah sangat lemah. Sigit menuduh, masalah utama adalah energi yang dipakai pembangkit PLN tidak seimbang, masih banyak yang memakai bahan bakar minyak karena target bauran energi PLN tak tercapai. ”Ini mismanajemen pemerintah tapi dibebankan kepada rakyat. Perbaiki dulu pola manajemen PLN,” kata dia.
Sementara pengamat ekonomi Indef, Aviliani, menyatakan, kenaikan TDL tidak masalah karena inflasi sedang rendah dan nilai tukar rupiah menguat. Apalagi daya beli masyarakat sedang bagus. Demikian pula dengan kenaikan TDL untuk industri sekitar 10 persen tak akan berpengaruh, karena sumbangan listrik pada komponen biaya produksi tak terlalu besar. ”Tidak terlalu signifikan pengaruhnya terhadap harga pokok. Yang jadi masalah jika listrik mati melulu, itu justru biayanya jadi lebih mahal,” kata dia.
Namun, berdasar survei konsumen yang digelar Bank Indonesia di wilayah Jawa Tengah pada Mei 2010, kenaikan TDL bisa memicu kenaikan harga barang. Ini karena indeks kepercayaan konsumen (IKK) semakin meningkat yang menyebabkan tingkat konsumsi semakin naik. IKK Jawa Tengah pada April 2010 tercatat 113,7 dan menjadi 117,9 pada Mei 2010.
Pemimpin BI Semarang, M Zaeni Aboe Amin, mengatakan, survei menunjukkan masyarakat konsumen semakin optimistis terhadap kondisi perekonomian dibanding periode sebelumnya. Akibatnya, ekspektasi terhadap kenaikan harga secara umum pada enam bulan mendatang cenderung menguat. Kenaikan harga diperkirakan terjadi pada komoditas makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, bahan makanan, serta sandang. “Ini saat yang tepat untuk meningkatkan konsumsi barang tahan lama”. (republika.co.id, 16/6/2010)
Rabu, 16 Juni 2010
Akhirnya, PKS Menerima Pancasila
"Pancasila yang telah menjadi konsensus bersama tidak perlu dipersoalkan lagi. PKS tidak bisa lagi mengklaim sebagai partai yang paling agamis, karena sekarang seluruh partai dan masyarakat semakin baik dalam keberagamaannya," ujar Ketua DPP PKS Mustafa Kamal di sela Munas PKS di hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (16/6).
Menurutnya, “Pancasila juga tidak bertentangan dengan Islam bahkan sejalan”.
Menurut Mustafa, meski PKS tetap berasas Islam, partai dakwah ini tidak akan mengganggu gugat Pancasila sebagai dasar negara. Justru menjadikan Pancasila sebagai ukuran kemajuan bangsa.
"Persatuan Indonesia dalam Pancasila juga semakin kokoh. Dan penguatan persatuan itu berkat demokrasi yang kian kokoh. PR besar kita adalah bagaimana menghidupkan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dan untuk mewujudkan hal tersebut PKS telah menyusun platform dengan seksama," tegas Mustafa Kamal.
Ketika ditanya tentang penegakan syariat Islam yang dapat berbenturan dengan wacana PKS, Agus Purnomo salah satu Pengurus DPP PKS menjelaskan dalam dakwah itu ada maqashid syar’inya yaitu mashlahat, dalam wacana demokrasi juga terdapat mashlahat.
“Dalam dakwah itu ada maqashid syar’inya yaitu mashlahat, pada demokrasi yang merupakan common denominator bangsa juga merupakan mashlahat sehingga tidak berbenturan dengan prinsip dakwah,” tandasnya. [bil/hidayatullah.com]
Foto: Abdus Syakur/Hidayatullah.com
Jilbab: Kewajiban, Bukan Sekedar Budaya!
Oleh: Dra. Rahma Qomariyah, M.Pd.I[1]
(Nara Sumber Radio pada Rubrik Ketahanan Keluarga, Program Radio Cermin Wanita Sholihah, MMC- Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)
Pada saat dunia Barat rame-rame melarang cadar, maka di Indonesia juga ada yang mengusik kewajiban berjilbab. Universitas ternama di Indonesia menggelar seminar dengan tema : Jilbab: Kewajiban atau Sekedar Budaya”, dengan menghadirkan tokoh liberal Musdah Mulia. Sebagaimana biasa, Musda akan memberikan pendapat yang berbeda dengan Al Qur’an dan Hadits. Misalnya jawaban Musdah atas pertanyaan salah seorang peserta: ” kenapa Anda pakai kerudung?” Musda menjawab: “karena kebiasaan yang sudah dibangun sejak dia nyantri dahulu”.
Sebenarnya ini adalah lagu lama kelompok liberal. Mereka mengatakan jilbab tidak wajib dan menyebutkan batasan berpakaian bagi perempuan menurut Al Qur’an adalah menutup aurat (termasuk kepala, telinga dada, dan leher) dan mengenakan pakaian yang sesuai dengan standar dan etika kesopanan yang berlaku. Dan bila khimar (kerudung) tidak lagi diperlukan sebagai identitas muslimat, maka khimar menjadi tidak wajib[2] Selanjutnya dikatakan kalau menutup aurat itu merupakan Adat kebiasaan orang Arab. Praktek pemakaian cadar dan penutup kepala merupakan kebiasaan sebelum Islam. Begitu pula istilah Zinah (perhiasan), tabarruj, khimar dan jilbab, bahkan masyrakat Romawi Timur Kuno sudah mengenal bentuk pakaian penutup seluruh tubuh perempuan agar lekukan tubuhnya tidak tampak[3].
Bantahan bahwa Menutup Aurat & Jilbab :Adat-Istiadat/Budaya Orang Arab
Penolakan terhadap hukum syari’ah yaitu kewajiban bagi muslimah berjilbab karena hal itu merupakan adat kebiasaan/budaya orang arab. Jika dilihat sekilas seakan-akan benar, karena adat istiadat memang tidak bisa dipakai sebagai dalil syara’. Akan tetapi jika diperhatikan nampak sekali nuansa liberalnya. Argumen tersebut merujuk argumen historis kelompok liberal yaitu hukum Islam yang ada sekarang adalah produk abad pertengahan, bahkan dipengaruhi adat-istiadat sebelum Islam. Dan hukum dibentuk berdasarkan latar belakang sosial dan politik masyarakat ketika itu. Hukum tersebut merupakan sebuah respon terhadap keperluan dan kepentingan masyarakat saat itu. Menurut Fazlur Rahman:
The Qur’an is the divine response to qur’anic times, throughthe prophet’s mind, to the moral social situation of the prophet’s Arabia, particularly to the problem of the comercial Meccan Society of this day(Al Qur’an adalah respon ilahi atas masa al Qur’an, melalui pemikiran nabi , terhadap situasi moral dan sosial nabi Arab, khususnya permasalahan komersial masyarakat Makkah pada saat itu)[4]
Rahman mengatakan bahwa jilbab itu tidak wajib bagi mulimah akan tetapi perintah itu karena jilbab kedudukannya sebagai adat kebiasaan orang arab, bahkan dipengaruhi adat-istiadat sebelum Arab. Lebih jelasnya pendapat mereka bahwa adat kebiasaan suatu kaum -dalam kedudukannya sebagai adat- untuk dipaksakan terhadap kaum lain, atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula terhadap kaum itu. Dalam surat Al-Ahzab(33):59 : Allah memerintahkan kaum mu’minah agar mengulurkan jilbabnya. Feminis/Liberal menilai bahwa menutup aurat adalah ajaran yang mempertimbangkan adat orang-orang Arab, sehingga bangsa-bangsa lain yang adat istiadat/ budayanya tidak demikian tidak wajib menggunakan jilbab. Feminis/Liberal menuduh hukum wajibnya muslimah berjilbab merupakan adat kebiasaan orang Arab. Atau dengan kata lain produk budaya Arab.
Memang benar adat kebiasaan tidak bisa dijadikan sebagai dalil hukum syara’.akan tetapi apakah benar bahwa jilbab itu merupakan adat kebiasaan orang Arab?. Sebelum menjawabnya, terlebih dahulu harus difahami tentang aurat wanita, dan bagaimana cara menutupnya. Untuk menutup aurat wanita yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan maka wanita diperintahkan memakai jilbab (QS. al Ahzab[33];59) dan khimar (kerudung) (QS. An Nur[24];31). Jilbab adalah pakaian luas semacam baju kurung yang menutupi seluruh tubuh dari leher, dada,tangan sampai kaki dan kerudung untuk menutup kepala, leher sampai dengan dada.
Jilbab merupakan pakaian wanita pada kehidupan umum/keluar rumah: pasar, jalan dsb. Jilbab merupakan pakaian longgar yang menutupi pakaian keseharian wanita di rumah. Hal ini bisa difahami dari hadits Ummu ‘Athiyah ra.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا[5]
Artinya: Dari Ummu Athiyah berkata: Rasulullah saw memerintahkan kepada kami untuk keluar pada hari Fithri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil baligh, Wanita-wanita yang sedang haid maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meningggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslim . Aku bertanya, “Wahai Rasulullah salah seorang diantara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” rasulullah saw menjawab: Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya (HR Muslim).
Berbagai bukti menunjukkan bahwa jilbab bukan adat kebiasaan/budaya orang arab adalah pertama, asbabun nuzul Surat An Nur ayat 31. Diriwayatkan bahwa Asma’ binti Murtsid pemilik kebun kurma, sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang, sehinggga kelihatan gelang-gelang kakinya, dada dan sanggul. Selanjutnya Asma, berkata “Alangkah buruknya pemandangan ini, maka turunlah ayat ini (surat AnNur[24];31) sampai auratinnisa‘ berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memerintahkan kaum mu’minat menutup aurat (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil yang bersumber dari Jabir bin Abdillah)[6]
Dari asbabun nuzul surat An Nur ayat 31 tersebut jelas sekali bahwa dikatakan gelang-gelang kaki, dada, sanggul perempuan arab saat itu terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa saat itu dia belum memakai jilbab. Jika rambut, dada dan kaki tidak dikatakan sebagai aurat tentu saja tidak perlu lagi perintah menutup aurat .
Kedua, asbabun Nusul Surat Al Ahzab[33] ayat 59. Diriwayatkan bahwa isteri-isteri Rasulullah pernah keluar malam untuk qadla hajat buang air). Pada waktu itu kaum munafiqin menganggu mereka dan menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah Saw, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “kami hanya mengganggu hamba sahaya”. Turunlah ayat (surat Al Ahzab[33];59) sebagai perintah untuk berpakaian tertutup agar berbeda dari hamba sahaya.[7](diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d di dalam at Thabaqat yang bersumber dari Abi malik. Diriwayatkan pula Ibnu Sa’d yang bersumber dari Hasan dan Muhammad bin Ka’b al Quradli) [8]
Dari bukti-bukti tersebut diatas, jelas bahwa orang yang mengatakan: jilbab adalah produk budaya Arab atau adat kebiasaan/budaya orang Arab adalah tidak benar. Argumen itu hanyalah dalih untuk menolak hukum syari’ah yaitu perintah wajib berjilbab bagi muslimah. Kewajiban berjilbab bagi muslimah berdasar pada surat An Nur[24];31, Al-ahzab[33];59 dan hadits Rasulullah Saw bukan yang lain.
Di dalam al Qur,an terpadat pada surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab ayat 59. Terdapat qarinah yang jelas dalam kedua surat tersebut bahwa menutup aurat bagi wanita hukumnya wajib. Hanya saja tidak disebutkan batasannya didalam Al Qur’an. Akan tetapi di dalam hadits diperinci secara jelas batasan aurat wanita, pakaian yang bagaimana yang bisa menutup aurat dan apa yang disebut jilbab serta kapan harus memakai jilbab.
Adapun perbedaan ulama’ tidak mengenai perintah wajibnya karena para ulama’ madzhab sepakat tentang hal itu. Hanya saja mereka berbeda mengenai batasan aurat dan perbedaannya pada hal yang masih bisa ditolelir: masalah ijtihadi (Dalil dzonni dilalah : suatu dalil yang mempunyai makna lebih dari satu). Perbedaan tersebut bersumber dari penafsiran الا ما ظهر منها (kecuali yang biasa nampak) dalam surat An Nur ayat 31.
Jumhur ulama’ tidak berbeda mengenai status hukumnya, bahwa hukum menutup aurat adalah wajib. Hanya saja mereka berbeda mengenai batasan aurat. Sebagian berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Sedangkan yang lain berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
Menurut jumhur ulama’ bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Muka dan telapak tangan termasuk punggung tangan bukan aurat Hal ini berdasarkan: Sabda Rasulullah Saw :
“Tidak dibenarkan bagi seorang wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian untuk menampakkan kedua tangannya kecuali sampai di sini (nabi kemudian memegang setengah dari tangannya)”(HR ath Thabari).
Dalam riwayat yang lain dikatakan menampakkan kedua tangannya (Rasulullah Saw lantas menggenggam pergelangan tangannya sendiri, lalu membiarkan telapak tangannya saling menggenggam satu sama lain.
Juga terdapat pada hadits shaheh riwayat Ibnu Hibban. Dari Ibnu Mas’ud ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
المراءة عورة
Artinya: Wanita adalah aurat ( HR Ibnu Hibban).
Dan hadits
ان الجارية اذا حاضت لم يصلح ان يرى منها الا وجهها ويدها هلا مفصل
‘Sesungguhnya anak perempuan apabila telah haidh tidak dibenarkan terlihat darinya kecuali wajah dan tangannya sampai persendian (pergelangan tangan).(HR Abu Dawud) [9]
Kaki termasuk aurat. Hal ini berdasarkan hadits shahih riwayat Nasa’i dan Tirmidzi.
“Dan dari Ibnu Umar ia berkata Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat . Lalu Ummu Salamah bertanya: Lalu bagaimana perempuan harus berbuat terhadap ekor pakaiannya? Nabi menjawab: Turunkanlah sejengkal. Ummu Salamah berkata;: kalau demikian masih terlihat kaki- kaki mereka . Hendaklah mereka menurunkannya sehasta, jangan mereka melebihkan dari itu”(HR Nasa’i dan Tirmidzi, dan Tirmidzi mengesahkannya).
Dan riwayat yang lain:
Sesungguhnya isteri-isteri Nabi Saw . Lalu Nabi Saw menjawab: Turunkanlah ia sejengkal. Kemudian mereka menjawab: kalau sejengkal tidak dapat menutup aurat. Lalu Nabi menjawab: panjangkanlah ekor kainnya itu sehasta(HR Ahmad)[10]
Menutup Aurat & Jilbab dalam Pandangan Islam:Wajib
Kalau kita memperhatikan sebelum Alloh memerintahkan menutup aurat yang terdapat dalam surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab 59, terlebih dahulu Allah memerintahkan menahan pandangan (ghadldlul al Bashar) dalam surat An Nur [24] ayat 30. Hal ini menunjukkan keterkaitan antara menutup aurat dengan menundukkan pandangan[11]. Surat an Nur ayat 30:
قُل لِلمُؤمِنينَ يَغُضّوا مِن أَبصٰرِهِم وَيَحفَظوا فُروجَهُم ۚ ذٰلِكَ أَزكىٰ لَهُم ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبيرٌ بِما يَصنَعونَ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat[12].
Ayat tersebut memerintahkan kaum mu’minin untuk menundukkan pandangan terhadap aurat perempuan yaitu selain muka dan telapak tangan. Karena melihat selain muka dan telapak tangan hukumnya haram. Termasuk rambut, leher, kaki, dada, dsb. Bukhari meriwayatkan hadits berkenaan dengan surat An Nur ayat 31 :
وَقَالَ سَعِيدُ بْنُ أَبِي الْحَسَنِ لِلْحَسَنِ إِنَّ نِسَاءَ الْعَجَمِ يَكْشِفْنَ صُدُورَهُنَّ وَرُءُوسَهُنَّ قَالَ اصْرِفْ بَصَرَكَ عَنْهُنَّ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ وَقَالَ قَتَادَةُ عَمَّا لَا يَحِلُّ لَهُمْ[13].
Artinya: Dan Sa’id nin Abi Hasan berkata kepada Hasan;”Sesungguhnya para wanita non ‘Arab selalu menyingkapkan dada dan rambut mereka”.Mendengar itu Hasan berkata: Palingkan pandanganmu”-Firman Allah: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya dan Qatadah berkata tentang hal itu (aurat wanita) tidak gala bagimu (HR. Bukhari)
Selanjutkan dalam surat An Nur ayat 31 Allah menjelaskan juga batasan aurat yang boleh dilihat yaitu selain muka dan telapak tangan[14]. Dengan demikian haram melihat aurat wanita .Dan boleh melihat selain aurat yaitu muka dan telapak tangan. Surat An Nur ayat 31
وَقُل لِلمُؤمِنٰتِ يَغضُضنَ مِن أَبصٰرِهِنَّ وَيَحفَظنَ فُروجَهُنَّ وَلا يُبدينَ زينَتَهُنَّ إِلّا ما ظَهَرَ مِنها ۖ وَليَضرِبنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلىٰ جُيوبِهِنَّ ۖ وَلا يُبدينَ زينَتَهُنَّ إِلّا لِبُعولَتِهِنَّ أَو ءابائِهِنَّ أَو ءاباءِ بُعولَتِهِنَّ أَو أَبنائِهِنَّ أَو أَبناءِ بُعولَتِهِنَّ أَو إِخوٰنِهِنَّ أَو بَنى إِخوٰنِهِنَّ أَو بَنى أَخَوٰتِهِنَّ أَو نِسائِهِنَّ أَو ما مَلَكَت أَيمٰنُهُنَّ أَوِ التّٰبِعينَ غَيرِ أُولِى الإِربَةِ مِنَ الرِّجالِ أَوِ الطِّفلِ الَّذينَ لَم يَظهَروا عَلىٰ عَورٰتِ النِّساءِ ۖ وَلا يَضرِبنَ بِأَرجُلِهِنَّ لِيُعلَمَ ما يُخفينَ مِن زينَتِهِنَّ ۚ وَتوبوا إِلَى اللَّهِ جَميعًا أَيُّهَ المُؤمِنونَ لَعَلَّكُم تُفلِحونَ
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
يٰأَيُّهَا النَّبِىُّ قُل لِأَزوٰجِكَ وَبَناتِكَ وَنِساءِ المُؤمِنينَ يُدنينَ عَلَيهِنَّ مِن جَلٰبيبِهِنَّ ۚ ذٰلِكَ أَدنىٰ أَن يُعرَفنَ فَلا يُؤذَينَ ۗ وَكانَ اللَّهُ غَفورًا رَحيمًا
Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam Nidzam Ijtima’i fi Al Islam, Syekh Taqiyuddin An Nabhani menyebutkan yang dimaksud dengan kata “Zinah”(perhiasan) adalah “mahalluzzina min a’dho’i al Mar’ati”.
Dengan demikian yang tidak boleh terlihat pada wanita adalah tempat perhiasan mereka: rambut, leher, tangan dan kaki. Dengan kata lain aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan terlapak tangan Kalimat ولا يبدين زينتهن (Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya) dalam Surat an Nur ayat 31. Kata ولا menunjukkan ath thalabu at tarki (tuntutan untuk meninggalkan). Kalimat: واليضربن بخمرهن على جيوبهن (dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kerudung ke dadanya). Lam pada kata واليضربن merupakan lam amar (perintah menunjukkan ath thalabu al fikli (tuntutan untuk mengerjakan). Dan Kata يدنين من جلببهن (mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka) dalam surat al Ahzab ayat 59 . Kata عليهن menunjukkan ath thalabu al fikli (tuntutan untuk mengerjakan).
Untuk menunjukkan bahwa tuntutan menutup aurat dalam surat an Nur ayat 31 dan al Ahzab 59 merupakan hukum wajib perlu, ada qarinah yang jazim(indikasi yang pasti) sebagai berikut:
Pertama, adanya pujian bagi orang yang melaksanakan perintah menutup aurat akhir dari ayat tersebut لعلكم تفلحون(supaya kamu beruntung) pada akhir Surat An Nur ayat 31 menunjukkan bahwa menutup aurat merupakan kewajiban. Dan adanya perintah untuk bertaubat: وتو ب الى الله ( maka bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah) pada akhir surat al Ahzab ayat 59. Hal ini menunjukan bahwa membuka aurat hukumnya haram dan berdosa. Karena jika anjuran tentu Allah tidak memerintahkan bertaubat.
Kedua, adanya dzam (celaan) bagi orang yang membuka aurat menunjukkan bahwa mentup aurat merupakan kewajiban. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan Ahmad dan Muslim[15]. “Dan dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah:
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا[16]
Ada dua macam golongan dari ahli neraka yang tidak kuketahuinya lagi sesudah itu, yaitu perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang yang berpaling dan memalingkan, diatas kepala mereka ada(sanggul sebesar kelasa onta yang bergoyang-goyang, mereka itu tidak dapat melihat surga dan tidak dapat mencium bauhnya. Dan laki-laki yang selalu membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu dipukulnyalah manusia (HR Ahmad dan Muslim)
Ketiga, Rasulullah Saw bersabda:
“Tidak dibenarkan bagi seorang wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian untuk menampakkan kedua tangannya kecuali sampai di sini (nabi kemudian memegang setengah dari tangannya)”(HR ath Thabari).
Dalam riwayat yang lain dikatakan:
menampakkan kedua tangannya (Rasulullah Saw lantas menggenggam pergelangan tangannya sendiri, lalu membiarkan telapak tangannya saling menggenggam satu sama lain.
Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali muka dan telapak tangan juga berdasarkan hadits shaheh riwayat Ibnu Hibban. Dari Ibnu Mas’ud ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
المراءة عورة
Artinya: Wanita adalah aurat”( HR Ibnu Hibban).
Dan hadits
ان الجارية اذا حاضت لم يصلح ان يرى منها الا وجهها ويدها هلا مفصل
‘Sesungguhnya anak perempuan apabila telah haidh tidak dibenarkan terlihat darinya kecuali wajah dan tangannya sampai persendian (pergelangan tangan).(HR Abu Dawud) [17]
Rasulullah Saw. Bersabda:”Tidak dibenarkan bagi seorang wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian untuk menampakkan kedua tangannya kecuali sampai di sini” Hadis tersebut menunjukkan tuntutan meningggalkan (ath thalabu at tarki)/ larangan bagi wanita untuk menampakkan aurat. Dan larangan ini kedudukan hukumnya bukan makruh, akan tetapi haram karena ada qorinah yang pasti berupa tuntutan untuk meninggalkan disertai dengan kata iman yaitu: percaya kepada Allah dan hari kemudian. Karenanya wanita diharamkan menampakkan aurat. Tentu saja hal ini menunjukkan wajibnya wanita menutup aurat. []
[2] Badriyah Fayumi ” Aurat Dalam Pandangan Islam” Jurnal HARKAT- Media Komunikasi Gender, Jakarta,PSW UIN Syarif Hidayatullah ,Vol2. No.2 April 2002, hlm. 8-9
[3] Ibid, hlm. 5
[4] Nirwan Syafrin, M.A, Kritik Terhadap Faham Liberalisasi Syariat Islam, Makalah, hal 22
[5] Hadis shaheh, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 1475
[6] Shaleh, HAA. Dahlan dan MD. Dahlan, Asbabun Nuzul , Bandung, cv. Diponegoro, 1996, hlm. 356
[7] Perlu diketahui bahwa budak pada saat itu hanya menutup antara pusat dan lutut .
[8] Ibid, hlm. 409
[9] Taqiyuddin An Nabhani, Nidzam Ijtima’i, Beirut, Libanon, Darul Ummah, 2003, hlm.42.
[10] Syekh Faishal bin Abdul Azizi, Bustanul ahbar-mukhtashar Nailul Author juz I, Surabaya, PT Bina Ilmu, Th, hlm.369
[11] Taqiyuddin An Nabhani, Nidzam Ijtima’i, Beirut, Libanon, Darul Ummah, 2003, hlm 41-42
[12] TQS. An Nur[24];30)
[13] Hadis Shaheh, diriwayatkan Bukhari, Bab Qaul Ta’ala (Firman Allah)
[14] Taqiyuddin An Nabhani, Nidzam Ijtima’i, Beirut, Libanon, Darul Ummah, 2003, hlm 38-54
[15] Syekh Faishal bin Abdul Azizi, Bustanul ahbar-mukhtashar Nailul Author juz I hal. 422
[16] Hadis Shaheh, diriwayatkan Muslim, Hadis no. 5098 dan
[17] Taqiyuddin An Nabhani, Nidzam Ijtima’i, Beirut, Libanon, Darul Ummah, 2003, hlm.42.
Kenaikan TDL Bakal Picu Naiknya Harga Barang
SEMARANG -Pemerintah mesti hati-hati menaikkan tarif dasar listrik (TDL) yang rencananya mulai diterapkan bulan depan. Banyak kalangan yang menolak kenaikan TDL itu.
Kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi TDL dan Gas itu diprediksi akan memicu kenaikan harga barang di Jawa Tengah selama enam bulan ke depan. Berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan Kantor Bank Indonesia (KBI) Semarang pada Mei 2010, ekspektasi responden terhadap kenaikan harga secara umum pada enam bulan mendatang cenderung menguat.
Kenaikan harga diperkirakan bakal terjadi pada beberapa kelompok barang, terutama kelompok komoditi makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok komoditi bahan makanan serta kelompok komoditi sandang. Selain kebijakan pemerintah ini, ekspektasi konsumen terhadap kenaikan harga secara umum juga bakal dipengaruhi oleh situasi keamanan dan sosial politik terkait dengan adanya pemilukada di berbagai daerah di Jawa Tengah.
”Sebab hingga bulan Oktober mendatang di Jawa Tengah masih akan menyisakan tujuh hajat pemilukada,” ungkap Pemimpin Bank Inndonesia Semarang, M Zaeni Aboe Amin, di Semarang, Selasa (15/6).
Faktor lain yang sudah jamak terjadi dan bisa mempengaruhi kenaikan harga ini, lanjut Zaeni, antara lain adanya gangguan pada distribusi barang dan perkiraan ketersediaan barang atau jasa yang menyusut. Ia juga menyampaikan, hasil Survei Konsumen yang dilakukan pada Mei 2010 menunjukkan masyarakat konsumen semakin optimistis terhadap kondisi perekonomian dibanding periode sebelumnya.
Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Mei 2010. Peningkatan ini melampaui IKK periode survei April 2010 lalu. Peningkatan IKK sangat didorong oleh meningkatnya optimisme masyarakat, baik terhadap kondisi ekonomi saat ini (Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini maupun kondisi perekonomian pada enam bulan mendatang atau Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). (republika.co.id, 15/6/2010)
Selasa, 15 Juni 2010
Jika Pilihan Sudah Mantap
Rasulullah SAW bersabda:
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak boleh menganiayanya dan tidak boleh menyerahkannya (kepada musuhnya); siapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan (membalas) membantu keperluannya dan barang siapa yang membebaskan kesusahan seorang Muslim, maka lantaran itu Allah akan membebaskannya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiyamat; dan barang siapa menutupi cacat seorang Muslim, maka Allah pun akan nenutupi cacatnya kelak di hari kiyamat”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hamba Allah yang baik,
Ta’aruf merupakan salah satu proses yang biasanya dilakukan sebelum menentukan pilihan calon suami atau isteri. Ta’aruf yang dimaksud tentu yang dibenarkan dalam hukum syara. Tidak seperti yang banyak kita jumpai saat ini, dimana kebanyakan pasangan sebelum melangsungkan pernikahan (membentuk kehidupan keluarga) melakukan aktivitas-aktivitas (interaksi) yang dilarang dalam Islam. Seperti misalnya berpacaran, atau melakukan perbuatan-perbuatan yang mendekati zina. Dengan ta’aruf masing-masing akan saling mengenal sehingga tidak salah di dalam menentukan pilihannya.
Islam telah memberikan petunjuk bagaimana seharusnya memilih pasangan hidup. Sebelum menerima pinangan hendaklah pihak wanita melalui seorang yang dipercaya, meneliti kualitas kepribadian laki-laki yang akan menikahinya. Sebagai agama yang diturunkan oleh Allah Sang Pencipta, Islam telah memberikan tuntunan yang sangat jelas, yaitu dasar utama bahkan satu-satunya dasar pernikahan yang menjamin kebahagiaan dunia akhirat adalah agama (Islam).
“Seorang wanita dinikahi karena empat hal, karena hartanya, martabatnya, kecantikannya, agamanya, maka carilah wanita yang taat beragama agar engkau beruntung”. (HR. Al Khamsah/Lima Imam Hadits).
Sebagaimana memilih isteri, maka pertimbangan dalam memilih suamipun didasarkan atas nilai agama. Rasulullah SAW telah memberikan petunjuk agar memilih seorang laki-laki yang taat beragama dan memiliki pemahaman terhadap hukum syara’.
Mau Nikah Gak Punya Duit
Islam bukan agama yang mempersulit, melainkan memberi kemudahan (yusrun), termasuk bagi orang miskin yang ingin menikah. Nabi SAW bersabda,”Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah, dan tidaklah seseorang memperberat urusan agama, kecuali dia akan dikalahkan oleh agama.” (HR Bukhari, no. 38).
Kemudahan itu nampak dalam solusi berikut :
Pertama, Islam menetapkan kemiskinan bukan penghalang (mani’) bagi orang miskin untuk menikah. Menikah hukumnya boleh bagi orang miskin, tidak haram. Kepada mereka, Allah SWT berfirman (artinya) : “Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS An-Nuur : 32). Imam Ath-Thabari menafsirkan ayat ini bahwa,”Kemiskinan mereka tidaklah mencegah mereka untuk dinikahkan.” (Tafsir Ath-Thabari, 19/166).
Kedua, Islam menganjurkan agar mahar seringan mungkin. Nabi SAW bersabda,”Sebaik-baik mahar, adalah yang paling ringan [bagi laki-laki].” (HR Al-Hakim, Al-Mustadrak no. 2692). Mahar boleh berbentuk benda (‘ain), atau dalam bentuk jasa (manfaat). Nabi SAW pernah bersabda kepada lelaki miskin yang akan menikah,”Carilah [mahar] walau hanya cincin besi.” Namun lelaki itu tak mendapatkannya. Lalu Nabi SAW bertanya,”Apakah kamu punya hafalan Al-Qur`an?” Lelaki itu menjawab,”Ya, surat ini dan surat itu.” Lalu Nabi SAW menikahkan lelaki itu dengan mahar berupa hafalan surat yang dia miliki. (HR Malik no. 968, Bukhari no. 4740, An-Nasa`i no. 3306, Ahmad no. 21783).
Ketiga, Islam membolehkan berutang (istiqradh) untuk mengatasi persoalan ini. Berutang hukumnya jaiz (boleh), karena Nabi SAW juga pernah berutang (istiqradh) kepada orang lain. (An-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, h. 259).
Keempat, Islam juga membolehkan akad dhoman (jaminan), yaitu akad yang dilakukan seseorang untuk menggabungkan tanggungan pihak lain kepada tanggungan orang itu. (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al-Fuqaha, h. 213). Kalau ada orang lain yang menjamin pembayaran mahar untuk isteri Anda, ini dinamakan akad dhoman, dan ini boleh menurut syara’. (An-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, h. 185).
Kelima, Islam memberikan solusi berupa puasa, sebagai upaya menjaga kesucian diri (iffah). (An-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima’I fi Al-Islam, h. 97). Firman Allah (artinya) : “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS An-Nuur : 33). Sabda Nabi SAW,”Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu sudah sanggup menikah, menikahlah. Karena menikah itu lebih menjaga pandangan mata dan memelihara kemaluan. Kalau ia belum sanggup, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu perisai baginya.” (HR Bukhari no. 4677, Muslim no. 2485)
Inilah sebagian solusi Islam, yang jika diamalkan akan dapat mengurangi beban biaya nikah. Yang kami cermati, kadang seseorang memperberat dirinya dengan sesuatu yang di luar kemampuannya, padahal itu tidak diwajibkan syara’. Misalnya walimahan, padahal walimahan hukumnya sunnah, tidak wajib. Demikian pula memberikan srah-srahan (hadiah) kepada calon isteri, hukumnya mubah, tidak wajib. Wallahu a’lam.
Meraih Keutamaan Tanpa Melupakan Kewajiban
Ada beberapa perkara yang sisi lahiriahnya adalah keutamaan, sedangkan sisi ‘batiniah’-nya adalah kewajiban: (1) membaca Alquran adalah keutamaan, mengamalkan isinya adalah kewajiban; (2) bergaul dengan orang-orang shalih adalah keutamaan, sementara meneladani keshalihan mereka adalah kewajiban; (3) ziarah kubur adalah keutamaan, sementara mempersiapkan bekal (dengan memperbanyak amal-amal shalih) sebelum masuk ke alam kubur adalah kewajiban. Demikian menurut Sayidina Utsman bin Affan ra dalam suatu riwayat, sebagaimana dikutip Imam an-Nawawi dalam sebuah kitabnya.
Melalui pesan Utsman di atas setidaknya kita memahami: Pertama, penting membaca Alquran, tetapi lebih penting lagi mengamalkan isinya; penting untuk selalu bergaul dengan orang-orang shalih, namun lebih penting lagi meneladani keshalihan mereka; penting untuk melakukan ziarah kubur, tetapi lebih penting lagi adalah mempersiapkan amal shalih untuk bekal di alam kubur.
Alasannya jelas. Bagaimanapun kewajiban harus lebih didahulukan daripada keutamaan. Sebab, tentu tak ada keutamaan jika yang wajib ditinggalkan, meski yang sunnah dikerjakan. Bagi seorang Muslim, membaca Alquran, misalnya, adalah sunnah dan keutamaan. Namun, jika isi Alquran yang ia baca tak diamalkan, tentu membacanya tidak lagi menjadi keutamaan bagi dirinya; sekadar menjadi ‘hiasan’, tetapi tak mendatangkan manfaat atau keberkahan. Sebab, bukankah Alquran Allah turun agar dijadikan pedoman, bukan sekadar dijadikan bacaan? Allah SWT bahkan telah mencela orang-orang yang mengabaikan isi Alquran (Lihat: QS al-Furqan [25]: 30). Banyak sikap dan perilaku yang oleh para mufassir dikategorikan sebagai tindakan mengabaikan Alquran. Di antaranya adalah tidak mengamalkan serta mematuhi perintah dan larangannya (Ibn Katsir, I/1335); tidak mau berhukum dengannya (Wahbah Zuhaili, IXX/61).
Saat ini banyak Muslim yang sering mengutamakan hal-hal yang sunnah, seraya mengabaikan perkara-perkara yang wajib. Mereka lebih menomorsatukan hal-hal yang sesungguhnya hanya merupakan keutamaan, sementara mereka menomorduakan hal-hal yang sesungguhnya merupakan kewajiban.
Mungkin kita pernah atau malah sering menyaksikan pemandangan berikut: seseorang rajin menghadiri majelis-majelis dzikir, tetapi dalam bekerja kepada orang lain ia sering mangkir; seseorang banyak melafalkan kalimat-kalimat thayyibah, namun banyak pula ia melakukan ghibah; seseorang rajin menunaikan shalat-shalat sunnah, tetapi rajin pula melakukan perkara-perkara bid’ah; seseorang biasa berpuasa senin-kamis, tetapi biasa pula bersikap pragmatis (tak peduli halal-haram); seseorang rajin bersedekah, namun tak peduli nafkahnya ia peroleh dari jalan yang salah; seseorang berkali-kali melakukan ibadah umrah, tetapi tak sekalipun ia mau saat diajak berdakwah; seseorang rajin membaca Alquran, namun perintah dan larangan yang ada di dalamnya sering ia abaikan; seseorang mengklaim cinta dan banyak bershalawat kepada Nabi SAW namun terhadap nasib Islam yang beliau bawa dan masa depan umatnya ia tak peduli; seseorang biasa menyantuni fakir-miskin dan kaum dhuafa, namun biasa pula ia makan dari uang hasil riba; seseorang bergelar haji bahkan ke Makkah lebih dari sekali tetapi terhadap tetangganya yang miskin sering tak peduli; seseorang selalu berusaha menjaga citra dan kehormatan diri, namun auratnya ia pamerkan ke sana-kemari dan perilakunya tak terpuji; seseorang menjadi donatur kegiatan keagamaan/sosial di sana-sini, namun hartanya ternyata hasil korupsi. Demikian seterusnya hingga kita sering menyaksikan hal-hal yang saling berkontradiksi.
Padahal Allah SWT pun jelas telah mengutamakan kewajiban daripada perkara-perkara yang sunnah. Dalam sebuah hadits qudsi dinyatakan bahwa Allah SWT telah berfirman, “Tidak ada bentuk taqarrub seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai daripada (mengerjakan) apa yang Aku wajibkan kepadanya. Seorang hamba terus-menerus bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya…” (HR al-Bukhari).
Melalui hadits qudsi ini, jelas Allah SWT menghendaki setiap Mukmin bertaqarrub kepada-Nya: pertama-tama dengan melaksanakan semua kewajiban, baik berupa fardlu ‘ain maupun fardlu kifayah; kemudian melengkapinya dengan menunaikan amalan-amalan sunnah. Dengan itu, keutamaan bisa kita raih, dan kewajiban pun bisa kita tunaikan. Dengan itu pula, akan sempurnalah taqarrub kita kepada-Nya. Wa mâ tawfîqî illâ billâh.
Sabtu, 12 Juni 2010
Ketahuilah Kadar yang Hilang Darimu
Siapa saja yang memperlama jalan (tujuan)-nya (menuju Allah), maka langkahnya pasti lema.
[Ibn al-Qayyim, al-Fawaid,
Bersabar
‘Ali bin Abi Thalib berkata: Ingat, sabar adalah bagian dari iman. Ibarat kepala dengan jasad. Jika kepala putus, maka jasad pun terkulai dan suaranya menjerit. Tidak ada keimanan pada diri siapa pun yang tidak bersabar. [Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, 'Uddatu as-Shabirin, Juz I/(97)]
Fitnah Orang Alim dan Faqih
Yazid bin Abi Habib berkata: Sesungguhnya fitnah orang alim dan faqih adalah berbicara lebih dia sukai daripada mendengarkan (pembicaraan org lain)..
Sesungguhnya orang yang berbicara itu sedang menunggu fitnah (dari ucapannya), sementara orang yang diam (mendengar) itu menunggu rahmat (kasih sayang)